PERKUAT PERSATUAN RAKYAT, WUJUDKAN REFORMA AGRARIA SEJATI DAN BANGUN INDUSTRI NASIONAL!
Takdir negeri-negeri bekas jajahan, miskin dan terbelakang yang berderet dari Asia, Amerika Latin hingga Afrika, secara obyektif terus ditimpa kemalangan seiring krisis global dan krisis kronis yang berkepanjangan tanpa jalan keluar sejati. Perang proxy imperialis, krisis keamanan global, krisis ekonomi dan krisis iklim menjadi warna hitam dunia hari ini di bawah sistem kapitalisme monopoli. Persaingan di antara kekuatan kapitalis monopoli, AS-Eropa, Tiongkok dan Rusia, tidak memberi prospek apapun bagi jalan keluar atas krisis global kecuali semakin hancurnya kedaulatan nasional, rusaknya tenaga produktif, meluasnya pengangguran dan kemiskinan, termasuk krisis agraria dan pangan yang melanda di banyak negeri.
Doktrin lama ekonomi-politik imperialisme masih valid hingga sekarang. Mereka menempatkan negeri-negeri Dunia Ketiga tak lebih dari sasaran ekspor kapital untuk kepentingan mengeruk super-profit melalui: 1) merampok sumber kekayaan alam, 2) mengeksploitasi buruh murah, 3) menjadi pasar bagi barang-barang komoditas dan over produksi yang mereka ciptakan.
Di tengah kehancuran ekonomi dunia pasca krisis financial global (2007-2012), negeri-negeri di Asia masih menjadi sasaran empuk bagi doktrin imperialis AS – Pivot to East Asia – sebagai poros utama solusi sejak pecah krisis financial imperialis AS (2012 hingga sekarang). Asia sebagai jangkar pengaman bagi krisis AS telah membawa penguatan kerjasama militer, kerjasama regional dan multilateral di kawasan Asia.
Tidak mau kalah hanya menjadi obyek sasaran eksploitasi kapitalis monopoli Barat, Tiongkok mengeluarkan doktrin tandingan bernama Belt Road Initiatif (BRI) pada tahun 2013 dengan modal kapital tidak kalah raksasa ke berbagai penjuru dunia – mencapai USD 1,053 trilion hingga tahun 2023. Tidak kalah agresif, Tiongkok juga berperan besar dalam pembentukan RCEP (Regional Comprehensive Economic Partnership) atau ASEAN + 5 padatahun 2020, yang mencakup kawasan terbesar di dunia.
Di tengah ekspansi kapital Tiongkok yang besar ke berbagai penjuru dunia, benua Eropa yang resah di tengah kemerosotan imperialism AS, hanya mampu mengimbangi agresifitas Tiongkok melalui program ekspor kapital The Global Gateway senilai USD 300 miliar selama periode 2021-2027. Strategi Uni Eropa ini bertujuan untuk meningkatkan investasi melalui pembangunan infrastruktur utamanya di negeri-negeri miskin terbelakang dengan kedok memperkuat demokrasi, transparansi, kemitraan yang setara, serta infrastruktur hijau, bersih dan aman yang dapat membuka jalan ekspor kapital sektor swasta dari Uni Eropa.
Setali tiga uang, Rusia juga mengeluarkan doktrin terbaru kebijakan luar negeri bernama “Dunia Rusia” (2022). Doktrin tersebut mentargetkan wilayah bekas Uni Soviet, dari Baltik hingga Asia Tengah, sebagai wilayah pengaruhnya yang sah dalam klaim tradisi dan spirit Rusia lama. Selain pendekatan militer di wilayah perbatasannya dengan Eropa, mereka menekankan peningkatan kerja sama dengan negara-negara Slavia, China, India, Timur-Tengah, Amerika Latin hingga Afrika. Rusia setidaknya paling getol mempromosikan lahirnya dunia multi-kutub dan menentang dominasi tunggal imperialisme AS yang sangat buruk dan merugikan dunia.
Di tengah persaingan sengit kekuatan kapitalis monopoli global tersebut di atas, Indonesia adalah salah satu target surgawi yang diperebutkan karena kedudukannya sebagai negeri paling kaya sumber daya alam, memiliki populasi yang besar dan posisi yang paling strategis di Asia Tenggara.
Tak ada yang diuntungkan bagi rakyat Indonesia, kecuali klas-klas lapis atas politik dan ekonomi yang berkuasa dan mendapatkan limpahan berkah dari ekspor kapital asing dalam skema investasi asing langsung (foreign direct investment) maupun utang luar negeri yang makin menggunung. Tepat ketika krisis financial memukul dunia, di tengah keruntuhan ekonomi dan jatuhnya daya beli, dikte imperialis Barat memerintah pengalihan kapital yang terancam membusuk digunakan untuk pembangunan infrastruktur dunia. Serta-merta seluruh rezim-rezim boneka mengamininya. Pemerintah SBY pada akhir periode pemerintahannya menyusun MP3EI sebagai proposal nasional utang luar negeri untuk dana pembangunan infrastruktur strategis nasional. Ratusan triliun kapital asing digelontorkan dalam skema utang luar negeri. Kebijakan pembangunan ini dilanjutkan lebih agresif lagi oleh rezim Jokowi selama dua periode, melalui kebijakan percepatan pembangunan infrastruktur strategis nasional, termasuk pembangunan IKN – yang semuanya sangat ganas dan rakus atas tanah.
Jokowi selama dua periode pemeritahannya selalu membuktikan dirinya sebagai pelayan setia dari kepentingan Imperialisme, memberikan persembahan demi persembahan istimewa bagi Imperialisme. Selayaknya rezim Boneka, Jokowi terus mengibuli rakyat melalui berbagai kebijakan populisnya di periode pertama dan semakin matang menunjukkan karakter aslinya sebagai rezim anti rakyat yang fasis dan kepala batu mengabdikan diri sepenuhnya untuk para Tuan Tanah Besar dan Borjuasi Besar Komparador di periode kedua hingga di detik-detik akhir masa jabatanya. Untuk memastikan kekuasaannya Jokowi melakukan berbagai cara licik dengan konsolidasi semua partai yang menjadi wakil-wakil TTB, BBK dan Kabir untuk berlutut patuh di bawah kendalinya serta dipaksa menuruti semua hasratnya yang rakus. Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang merupakan pembaharuan dari Koalisi Indonesia Bersatu (KIM) bersama Koalisi Indonesia Raya (KIR) pada Pilpres 2024 lalu sekarang telah diperluas menjadi KIM Plus.
Elemen-elemen BBK, TTB dan Kabir yang bersarang di partai-partai KIM Plus terus ditekan dan diserang secara politik dan hukum. Kepolisian RI, Kejaksaan Agung, dan KPK didikte sepenuhnya untuk menjalankan rencana operasi serangan politik dan hukum kepada semua lawan politiknya. Tujuannya, untuk menekan dan mengendalikan semua klas reaksi yang lebih lemah agar menuruti kemauannya yang rakus, licik dan jahat melalui penuntutan hukum atas kejahatan korupsi atau karena perbuatan asusila yang dilakukannya.
Kediktaturan Jokowi sudah pada puncaknya dan tidak dapat diterima oleh semua nalar manusia yang waras. Bau busuk dari kekuasaannya yang licik, jahat, nepotis, korup dan anti demokrasi sudah menyebar sedemikian luas. Di sisa waktu kekuasaannya, tanpa perlu tedeng aing-aling lagi, Jkw mempertontonkan kediktaturan politik yang membelakangi semua prinsip dan nilai-nilai demokrasi rakyat (demokrasi sejati).
Sesudah meraih sukses menempatkan “Anak Ingusannya-Gibran RBR” menjadi wakil presiden melalui Pemilu Presiden 14 Februari 2024 lalu, JKW tidak berhenti memuaskan dirinya dan mencukupi nafsu jahatnya memperkokoh nepotisme, korupsi, tindakan anti demokrasi dan sikap haus kekuasaan. Peristiwa politik yang terjadi pada waktu belakangan ini menegaskan sepak terjang kediktaturan JKW yang dimaksudkan. Kesemua itu, tidak saja menghancurkan kepentingan demokratis rakyat dan bangsa, akan tetapi telah membawa rakyat dan bangsa terbenam ke dalam jurang keterbelakangan yang menyedihkan. Tidak ada yang tersisa, bahkan sekedar tetesan kecil sebuah harapan dan masa depan bagi rakyat, kecuali penderitaan yang tidak berkesudahan. Demokrasi dan kedaulatan rakyat diinjak dan digantikan oleh kediktaturan fasis.
Situasi tersebut menyulut respon amarah rakyat yang diluapkan pada aksi Darurat Demokrasi 22 Agustusl lalu di DPR RI dan kota kota besar di Indonesia. Gerakan rakyat atas dinasti Jokowi terus berlanjut hingga 27 agustus 2024, menuntut agar Jokowi diadili dan mundur dari jabatannya. Gerakan rakyat terbukti mampu membatalkan niat jahat Jokowi untuk menjadi anaknya Kaesang sabagi calon wakil gubernur. Namun Jokowi merespon aksi darurat demokrasi dengan cara-cara fasis, barbar dengan merefresif, memukul dan menangkapi massa aksi diseluruh kota di Indonesia.
Praktek anti demokrasi, anti rakyat dan fasisme Jokowi n tentu bukan hal baru bagi rakyat. Sejak periode awal pemerintahannya hal serupa selalu menjadi cara rezim Jokowi merespon tuntutan rakyat. Terutama Gerakan rakyat yang melawan perampasan dan monopoli tanah atas berbagai proyek strategis nasional, Perkebunan, pertambangan dan semua program yang menyasar dan menjadikan tanah tanah rakyat sebagai sasaran perampasan.
Darurat demokrasi tidak hanya terjadi saat Jokowi mencoba membegal putusan MK terkait syarat calon kepala daerah, tapi upaya perampasana upah, tanah, kerja yang dilakukan Jokowi sejak awal merupaka darurat demokrasi yang sebenarnya. Jokowi-lah biang kerok atas krisis agraria dan pangan, perampokan nilai lebih terhadap buruh, pemberangusan demokrasi, pelaku kekerasan terhadap rakyat dan aktivis yang berjuang atas penghidupan.
Perampasan tanah besar-besaran di Jawa dan Luar Jawa terjadi dalam skala kuantitas dan kualitas yang sungguh luar biasa. Beton telah meretas tanah-tanah, bangunan dan infrastruktur milik rakyat kecil, di pesisir pantai, perbukitan, hingga di pedalaman tanpa kecuali termasuk di lahan-lahan persawahan subur sebagai lumbung pangan nasional. Kesemuanya dibongkar demi infrastruktur strategis nasional (jalan tol, pelabuhan besar, Bandar udara, bendungan besar, rel kereta api cepat, kawasan ekonomi khusus, kawasan industri baru dan IKN), diabdikan bagi efektifitas dan konektifitas antar wilayah bagi pergerakan barang dan jasa milik industri-industri besar milik asing dan komprador nasionalyang utamanya berorientasi ekspor.
Sementara di wilayah pegunungan, pedalaman hutan, pesisir pantai, kapital asing juga beroperasi menciptakan puluhan Taman Nasional baru yang merampas ruang hidup jutaan hektar tanah dan air milik suku bangsa minoritas (tanah adat/ulayat), rakyat tani perdesaan dan kaum nelayan. Semua perampasan ruang hidup rakyat tersebut berkedok konservasi, ekonomi hijau, dan bisnis karbon; demikian halnya konsesi jutaan hektar perkebunan skala besar (sawit, HTI, karet, tanaman bio-massa) dan aneka pertambangan skala besar (migas, emas, batubara, geothermal, nikel, pasir besi, mangaan, dll).
Seluruh perampasan dan monopoli tanah yang semakin ganas dan rakus tersebut sungguh tidak cocok sama sekali dengan janji palsu rezim Jokowi yang mengusung Nawa Cita di masa pertama periode pemeritahannya. Demikian juga pada periode kedua pemerintahannya, Jokowi mengusung kebijakan reforma agraria palsu, karena hakekatnya adalah proyek administrasi tanah (legalisasi tanah dan liberalisasi pasar tanah) bagi kepentingan investasi asing maupun domestik. Rezim ini gagal total dalam memperbaiki keadilan agraria, bahkan menjadi biang kerok paling busuk dalam menciptakan ketidakadilan agraria dan memperburuk krisis perdesaaan semakin dalam.
Kehidupan kaum tani, nelayan dan suku bangsa minoritas/masyarakat adat di perdesaan, sungguh menderita karena perampasan tanah yang sangat ganas, minimnya sarana dan prasarana produksi pertanian, jatuhnya harga, selain ancaman gagal panen akibat kerusakan iklim, pemanasan global di mana musim kemarau semakin panjang atau serangan hujan badai bila memasuki musim penghujan. Beban krisis yang dialami kaum tani sungguh berlipat-ganda, baik petani sawah, ladang, holtikultur, termasuk petani sawit, karet, dan tanaman komoditas lainnya.
Sementara nasib rakyat Indonesia di perkotaan, karena tidak adanya industri nasional yang kuat sebagai penjamin utama kepastian kerja dan upah, kelas buruh Indonesia menanggung beban krisis yang luar biasa berat selama 10 tahun masa kekuasaan rezim Jokowi. Kehidupan klas buruh Indonesia seperti mendapatkan palu godam paling jahanam berupa politik upah paling murah sejak Indonesia merdeka, ketidakpastian status kerja, buruknya kondisi kerja, selain pembrangusan kebebasan berserikat, hak menyatakan pendapat dan melakukan pemogokan.
Peraturan Pemerintah No. 78 tahun 2015 dan revisinya PP No. 36 tahun 2021 tentang pengupahan sebagai turunan dari regulasi paling celaka bernama UU Cipta Kerja No. 6 tahun 2023. PP No. 36 2021 menetapkan formula upah tidak akan lebih dari angka pertumbuhan ekonomi nasional yang sangat tidak mencerminkan tingkat kebutuhan hidup keluarga buruh maupun yang lajang sekalipun. Jatuhnya nilai upah, membengkaknya defisit pendapatan keluarga buruh dan semakin menjurangnya disparitas upah, sungguh nyata berpuncak di bawah pemerintahan Jokowi. Rezim yang menjadi mimpi paling buruk bagi kelas buruh Indonesia.
Rakyat miskin kota adalah produk perpaduan antara kemiskinan perdesaan yang bermigrasi paksa ke perkotaan karena tidak pernah dijalankannya reforma agraria sejati dan kemiskinan rakyat yang tinggal di perkotaan karena tidak adanya industri nasional yang kuat dan merata di berbagai wilayah di Indonesia.
Mereka menumpuk dan hidup di kampung-kampung perkotaan yang sangat padat, kumuh, dan tidak manusiawi. Mereka terancam penggusuran karena menempati tanah-tanah yang diklaim oleh pemerintah dan swasta sebagai pendatang gelap dan illegal. Di bantaran sungai, di samping rel kereta api, di bawah kolong jembatan tol, hingga di bekas rawa-rawa yang ditelantarkan.
Gerakan rakyat miskin kota sekarang menuntut reforma agraria perkotaan, yakni berupa tanah dan bangunan (rusun) sebagai tempat tinggal bagi mereka yang selama ini tergusur dan hidup tak menentu. Mereka juga menuntut kepastian kerja karena selama ini bekerja serabutan dan musiman sehingga tidak memiliki income yang cukup untuk menghidupi keluarganya.
Berdasarkan gambaran situasi singkat tersebut, Pimpinan Pusat Aliansi Gerakan Reforma Agraria (PP-AGRA) menyerukan kepada seluruh anggota AGRA untuk bersama-sama menyemarakkan peringatan Hari Tani Nasional secara serentak pada tanggal 24 September. Peringatan HTN kali ini harus mampu menyampaikan darurat demokrasi sebenarnya yang dialami oleh rakyat. Aksi dan dan kampanye peringatan hari tani nasional sebagai ajang menyampaikan keadaan objektif kaum tani di pedesaan dan serta mempromosikan Reforma agraria sejati sebagai jalan keluar sejati atas persoalan pokok rakyat. Peringatan Hari Tani Nasional ke 64 ini juga harus benar-benar digunakan sebagai media konsolidasi organisasi serta memperkuat dan memperluas persatuan dengan sektor rakyat tertindas dan terhisap lainnya.
#Jalankan_Reforma_Agraria_Sejati
#Tidak_Ada_demokrasi_Tanpa_Reforma_Agraria_Sejati